BulanMusim Ikan Kakap Putih : Rasanya bikin merem melek - Ikan Filet Kakap Putih dengan - Banyak orang yang mengatakan,jika musim dan bulan terbaik untuk mancing ikan ketika matahari sedang terbit dan matahari sedang terbenam.tentunya hal ini tidak bisa kita jadikan patokan sebelum anda mendapatkan bukti lebih kongkrit untuk mempercayai hal tersebut.
Ikankakap putih (lates calcalifer, bloch) merupakan nilai ekonomis penting di negara tropis dan di indonesia pembenihan kakap putih telah berhasil dilakukan sejak bulan april tahun 1987 dan pada tingkat pemberian pakan kemudian dikurangi 1% dari berat total ikan selama musim pemijahan.
Jikaingin mendapatkan hasil banyak, maka memancinglah ketika bulan musim ikan kakap putih. Cara mancing kakap putih di siang hari . Insya allah saya upload video : senin, rabu dan jum'at jam 16:00 gmt+7 wib. Akan lebuh galak lagi,jika anda mancing ikan kakap waktu sedang bulan gelap. Itulah bulan musim ikan kakap putih yang bisa menjadi
Jikaingin mendapatkan hasil banyak, maka memancinglah ketika bulan musim ikan kakap putih. Bulan paling cocok untuk mancing kakap putih yakni ketika bulan sudah benar-benar gelap atau bisa juga setengah gelap (half moon), karena nafsu makan kakap putih meningkat. Jangan memancing pada saat keadaan bulan sedang terang (full moon), karena pada
. kakap dan kerapu merupakan jenis hewan laut sering masyarakat Indonesia konsumsi. Seperti ayam, ikan-ikan ini tampaknya tidak pernah habis karena setiap hari selalu dijual di pasar dan terhidang di meja makan orang Indonesia. Namun sebuah studi terbaru mengkhawatirkan keberlangsungan ikan-ikan itu di Laut Jawa-Selat Makassar. Studi baru itu mengusulkan pembentukan kawasan perlindungan laut Marine Protected Area/MPA di wilayah Laut Jawa-Selat Makassar untuk mencegah penangkapan ikan kakap dan kerapu di wilayah tersebut. Para peneliti dalam studi ini menemukan bahwa sebagian besar spesies ikan kakap dan kerapu yang secara komersial ditangkap di perairan dangkal itu adalah ikan-ikan muda. Penangkapan ugal-ugalan ini mereka anggap akan membahayakan keberlanjutan populasi spesies dan perikanan kakap dan kerapu yang memiliki nilai sekitar 500 juta dolar AS. Perikanan kakap dan kerapu Indonesia, bersama-sama disebut "perikanan demersal lereng dalam", adalah salah satu perikanan paling berharga di negara ini. Perikanan ini mencakup lebih dari seratus spesies ikan, antara lain kakap putih Pristipomoides typus, kerapu areolat Epinephelus areolatus, dan satu spesies ikan kakap merah yang disebut kakap pelana Lutjanus malabaricus. Kakap dan kerapu dewasa hidup setidaknya 50 meter di bawah permukaan laut, dan terkadang ratusan meter, tergantung pada spesiesnya. Kehidupan di kedalaman ini membuat mereka dinamakan sebagai perikanan demersal lereng dalam. Yang menarik adalah ikan-ikan remaja dari spesies-spesies ini berperilaku berbeda dan cenderung berkumpul di laut yang lebih dangkal dibandingkan ikan-ikan dewasa. Misalnya, kakap pelana menghuni perairan dengan kedalaman kurang dari 10 meter saat mereka masih muda, dan berpindah ke perairan yang jauh lebih dalam, setidaknya 140 meter, saat dewasa. Baca Juga Fosil Ikan Purba Ditemukan, Bentuknya Mirip Hiu Bersirip Pari Manta Francois Libert via Flickr Ikan kerapu remaja. Melindungi ikan-ikan yang belum dewasa adalah kunci untuk menjaga kelestarian perikanan dalam jangka panjang. Menangkap ikan remaja sebelum dewasa tidak hanya menghilangkannya dari populasi, tetapi juga semua keturunannya di masa depan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan populasi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Conservation Science and Practice ini menyarankan bahwa penetapan kawasan perlindungan laut KPL dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan pengelolaan perikanan demersal lereng dalam. Studi ini secara spesifik menyarankan wilayah Laut Jawa-Selat Makassar, tempat sebagian besar ikan-ikan remaja itu ditangkap, untuk jadi kawasan prioritas untuk dilindungi. Dalam studi ini, Elle Wibisono, Anggota Knauss Marine Policy di Senat AS, dan rekan-rekan penelitinya mengumpulkan data tentang spesies, jumlah, dan ukuran ikan yang ditangkap oleh para nelayan di 384 kapal di seluruh Indonesia. Studi ini ditempuh melalui kemitraan dengan The Nature Conservancy. Para kapten kapal diberikan sejumlah gaji bulanan sebagai imbalan atas partisipasi mereka dalam proyek tersebut. Dengan imbalan tertentu, para peneliti meminta nelayan untuk memotret setiap tangkapan ikan mereka di papan datar dengan skala pengukuran. Pelacak GPS juga dipasang di kapal-kapal mereka. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk melacak berapa banyak ikan remaja yang belum dewasa ditangkap para nelayan dan di mana saja lokasi penangkapan tersebut. Dengan informasi ini, para peneliti kemudian mengidentifikasi beberapa "hotspot" penangkapan ikan yang belum dewasa. Mereka mendefinisikannya sebagai daerah dengan 75 persen tangkapan ikannya merupakan ikan yang masih muda. Salah satu hotspot yang mereka identifikasi itu adalah kawasan Laut Jawa-Selat Makassar. "Model-model itu menguatkan apa yang sudah kami duga," kata Wibisono sebagaimana dilansir Mongabay. Baca Juga Dianggap Punah 170 Tahun Lalu, Burung Pelanduk Kalimantan Muncul Lagi B10m via Flickr Penangkapan ikan di Laut Jawa. Laut Jawa-Selat Makassar merupakan perairan yang relatif dangkal sehingga disukai oleh ikan kakap dan kerapu remaja. Namun di sisi lain, selama ini daerah tersebut merupakan zona komersial dan penangkapan ikan yang penting. Pakar pengelolaan perikanan Abdul Halim, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa melindungi perikanan demersal lereng dalam melalui sistem KPL Indonesia merupakan ide yang menarik. Dia setuju bahwa pendekatan tersebut dapat membentuk sistem pemantauan untuk ukuran ikan yang ditangkap. Namun, menurutnya, hal itu bisa menjadi jalan yang sulit. “Tata kelola sumber daya alam di Indonesia agak unik, sumber daya alam yang hidup di lautan berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP. Tapi pengelolaan perikanan dan kawasan konservasi berada di bawah dua subdivisi yang berbeda,” jelasnya. Menjembatani kesenjangan antara dua bagian KKP ini dan merekonsiliasi peraturan pemerintah untuk mengelola daerah penangkapan ikan sebagai kawasan konservasi dapat menjadi tantangan birokrasi dan hukum yang berat. Baca Juga Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara Halim menyarankan opsi lain untuk mengurangi tekanan penangkapan ikan kakap dan kerapu muda di wilayah Laut Jawa-Selat Makassar, yakni dengan menerapkan musim tutup tahunan. Hal semacam ini, misalnya, pernah dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi keberlangsungan tuna sirip kuning di Laut Banda. Pada tahun 2015, KKP telah memutuskan untuk menutup wilayah Laut Banda seluas kilometer persegi selama tiga bulan per tahun setelah mendapat laporan bahwa keberlangsungan tuna sirip kuning itu terancam. “Itu bisa menjadi model” untuk mengelola perikanan demersal lereng dalam, kata Halim, jika ditegakkan dengan baik. Mengingat tantangan potensial dalam menciptakan KPL untuk melindungi perikanan. “Melihat beberapa opsi lain, juga, sangat berharga untuk mengatasi masalah penangkapan ikan yang belum dewasa.” Joan Nova via Flickr Hidangan ikan kakap utuh di piring. Terlepas dari pilihan mana yang akhirnya dipilih oleh pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengelola perikanan kakap dan kerapu ini, tampaknya itu akan perlu waktu lama untuk dieksekusi. Jawaban untuk sementara, kata Wibisono, adalah mengedukasi para nelayan untuk bisa membedakan antara mana ikan kakap dan kerapu yang masih mudah dan sudah dewasa. Selain itu, Wibisono dan rekan-rekan penelitinya juga menyerukan perubahan dalam perilaku konsumen. Mereka mencatat bahwa keinginan konsumen untuk terus menyantap semua bagian tubuh ikan kakap secara utuh di piring adalah pendorong penangkapan atas ikan-ikan remaja tersebut. “Sebagian besar ikan ditangkap ketika mereka masih remaja agar mereka secara utuh muat di piring,” kata Wibisono. “Sebagian besar dorongan untuk menangkap spesies ikan ini didasarkan pada preferensi konsumen," ujarnya. Baca Juga Satu Tahun GRID STORE Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Sepertinya Anda menggunakan alat otomatisasi untuk menelusuri situs web kami. Mohon verifikasi bahwa Anda bukan robot Referensi ID 8d6fc21a-0a1d-11ee-821a-496758584e45 Ini mungkin terjadi karena hal berikut Javascript dinonaktifkan atau diblokir oleh ekstensi misalnya pemblokir iklan Browser Anda tidak mendukung cookie Pastikan Javascript dan cookie diaktifkan di browser Anda dan Anda tidak memblokirnya.
80 HASIL TANGKAPAN IKAN KAKAP PUTIH Latescalcarifer PADA UKURAN MATA JARING INSANG YANG BERBEDA DI PERAIRAN PESISIR KOTA SURABAYA THE CATCH OF BARAMUNDI latescalcarifer FISH IN THE DIFFERENT MASH SIZE OF GILL NET IN THE COASTAL WATERS ON THE CITY OF SURABAYA Ahmad Rifqi Abdillah, Hari Subagio, Nurul Rosana JurusanPerikanan, FakultasTeknikdanIlmukelautan Universitas Hang Tuah Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim 150, Surabaya 60111 Telp 031-5945864 Email 2. *Penulis Koresponden ABSTRAK Nelayan pesisir Kota Surabaya menggunakan alat tangkap jaring insang dasar bottom gillnet dalam menangkap ikan kakap putih. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ukuran mata jaring yang berbeda pada jaring insang dasar. Penelitian ini di lakukan bulan Maret hingga Mei 2019 di perairan pesisir kota Surabaya dengan metode observasi untuk mengetahui hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer dan pengaruh ukuran mata jaring yang berbeda. Pengambilan data dilakukan 15 kali sebagai ulangan dan 2 perlakuan berupa ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi sehingga diperoleh 30 data. Hasil penelitian menunjukan hasil tangkapan utama ikan kakap Lates calcarifer sebanyak 65% dan hasil tangkapan sampingan sebanyak 35% diantaranya ikan laosan Eleutheronema Tetradactylum, rajungan Portanus pelagicus, dan dukang Hexanematichthys. Jumlah hasil tangkapan pada mata jaring 6 inchi lebih besar dari pada ukuran 7 inch. Namun berdasarkan anilisis uji t di simpulkan tidak ada pengaruh penggunaan ukuran mata jaring 6 inchi atau 7 inchi terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih. Perbedaan jumlah hasil tangkapan ikan kakap putih di antara kedua ukuran mata jaring tersebut kemungkinan di sebabkan oleh beberapa factor lingkungan yakni arus, suhu, dansalinitas. Kata kunci Ukuran mata jaring, ikan kakap putih, jaring insang dasar. ABSTRACT Coastal fishermen in the city of Surabaya use bottom gillnet fishing gear to catch barramundi fish. This research aims to determine the effect of different mesh sizes on basic gill nets to determine the productivity of the catch of barramundi fish. This research was conducted in March to May 2019 in the coastal waters of the city of Surabaya with an observationData acquisition was performed 15 times as repetition and 2 treatments in the size of 6-inch and 7-inch nets until 30 data points were obtained. The catches in the research showed that the main catches of snapper Lates calcarifer were 65% and the by-catches were 35% including laosan Eleutheronema tetradactylum, crab Portanus pelagicus, and dukang Hexanematichthys. The amount of catch on the 6 inch net is greater than the 7 inch size. However, based on the t-test analysis, it was concluded that there was no effect on the number of catches using the size of a 6-inch or 7-inch mesh to the catch of barramundi fish. The difference in the number of catches of barramundi fish between the two mesh sizes is probably caused by several environmental factors, namely flow, temperature, and salinity. KeywordsMesh size, Barramundi , Bottom gillnet. 81 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu perikanan, mencangkup pengetahuan alat tangkap dan hasil tangkapan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan hasil tangapanya adalah faktor penting dalam memahami proses penangkapan, perkembangan rancangan alat penangkapan yang menuntut adanya keseimbangan dalam berbagai aspek Syofyanet dkk. 2010. Keadaan perikanan tangkap di pesisir Kota Surabaya memiliki hasil laut yang baik, sarana prasarana yang memadai dan mewakili alat tangkap yang digunakan oleh nelayan - nelayan di Surabaya. Secara sepintas dari aspek sosial ekonomi, kehidupan nelayan di pesisir Surabaya masuk dalam katagori menengah kebawah Pristayandana 2010. Masyarakat nelayan Surabaya memproduksi hasil laut yang kemudian dijual dalam bentuk ikan segar atau diolah menjadi bahan makanan seperti ikan kakap putih hasil tangkapan nelayan yang diolah sebagai kerupuk kulit ikan dan olahan lainya. Banyak masyarakat pesisir Kota Surabaya yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut tersebut. Pada umumnya, nelayan pesisir kota Surabaya menggunakan alat tangkap gill net sebagai pengoprasian penangkapan ikan. Menurut Martasuganda 2002 jaring insang gillnet adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Salah satu alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pesisir kota surabaya khusus untuk menangkap ikan kakap putih adalah jaring insang dasar bottom gillnet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran mata jaring terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer di perairan pesisir kota Surabaya dan mengetahui hasil tangkapan sampingan dalam satuan ekor pada alat tangkap jaring insang dasar pada ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini di laksanakan di perairan pesisir Kota Surabaya. Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 hingga Mei 2019. Penelitian di laksanakan selama 3 bulan melalui beberapa tahap mulai tahap persiapan dan penyusun usulan penelitian, pengambilan data, pengolahan data, penulisan dan pelaporan hasil penelitian. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS geogle map, Jaring insang dasar, alat tulis, rol meter dan mistar. Dalam penelitian ini ikan kakap putih Lates calcarifer sebagai obyek penelitian. Mencatat titik koordinat untuk menentukan lokasi saat penelitian dengan menggunakan GPS, setting dan houling, kamera sebagai monitoring atau dokumentasi data, roll meter mengukur panjang ikan dan mistar sebagai mengukur mata jaring,untuk mengetahui hasil tangkapan terbanyak ikan kakap putih Lates calcarifer dari ukuran mata jaring insang kakap yang berbeda di lakukan penelitian, dengan cara melakukan oprasional sebanyak 8 kali trip guna menentukan ulangan sebanyak 15 setting. Rancangan penelitian yang digunakan data dalam penelitian ini menggunakan Uji-T t-test independent yang terdiri dari 15 kali setting sebagai ulangan dan 2 Perlakuan berupa ukuran mata jaring yang berbeda, 6 inchi dan 7 inchi. Pengolahan data Menggunakan program SPSS versi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tangkapan Ikan Kakap Putih Lates calcarifer Hasil tangkapan pada jaring insang di Pantai Timur Surabaya adalah Jenis ikan kakap putih Lates calcarifer yang merupakan target tangkapan utama. Adapun hasil tangkapan sampingan yaitu ikan sumbal atau laosan Eleutheronema tetradactylum, rajungan Portanus 82 pelagicus, dan ikan Dukang Hexanematichthys. Berikut ini hasil tangkapan panjang total ikan kakap putih pada bulan yang berbeda dapat di lihat pada gambar 1. Gambar 1. Hasil panjang total rata – rata cm ikan kakap putih Lates calcarifer pada bulan yang berbeda. Pada bulan Maret hasil tangkapan lebih panjang dibandingkan pada bulan April dan Mei karena pada bulan Maret keadaan musim penghujan sehingga ikan kakap putih yang tertangkap adalah induk kakap dalam keadaan memijah atau matang gonad. Pada bulan April dan Mei hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer mengalami penurunan panjang ikan, karena pada bulan April dan mei sudah memasuki musim kemarau yang relatif ikan memasuki usia muda sehingga hasil yang di dapatkan mengalami penurunan panjang tubuh ikan. Gambar 2. Berat rata-rata kg Ikan Kakap Putih. Berat hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer pada penelitian ini yang paling tinggi pada bulan Maret dengan nilai rata-rata sebesar 4,02 kg/ekor, dan berat ikan kakap pada bulan april nilai rata - rata 2,95 kg/ekor. Pada bulan Mei berat ikan kakap dengan nilai rata - rata sebesar 2,46 kg/ekor. Sehingga rata - rata berat ikan yang paling besar terletak pada bulan Maret. Hal tersebut karena ada faktor musim penghujan dimana ikan yang tertangkap mulai masa reproduksi atau matang gonad dengan ukuran ikan usia dewasa. Pada bulan April memasuki musim kemarau ikan yang tertangkap lebih kecil atau usia beranjak dewasa, sedangkan pada bulan Mei hasil tangkapan ikan kakap putih dengan berat lebih rendah dengan ukuran ikan usia anak - anak. Adapun hubungan panjang - berat ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumberdaya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan - ikan yang tertangkaphanya yang berukuran layak tangkap. Richter 2007 dan Blackweel 2000 mengatakan bahwa pengukuran panjang - beratikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok - kelompok dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonadnya. Berikut ini hasil berat rata - rata ikan kakap Lates calcarifer kg Pada bulan yang berbeda dapat di lihat pada gambar 2. Gambar 3. Hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan% ekor Hasil diagram kue di atas menunjukan bahwa hasil tangkapan dalam % ekor tangkapan utama adalah komponen dari stok ikan yang utama di cari dari operasi penangkapan. Hasil 83 tangkapan sampingan adalah ikan non target yang tertangkap dalam operasi penangkapan. Tertangkapnyaspesiesikan non target ini dapat disebabkan karena adanya tumpang tindih habitat antara ikan target dan non target serta kurang selektifnya alat tangkap yang digunakan Manalu 2003. Hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan % ekor dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 4. Distribusi hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer ekor pada ukuran mata jaring insang dasar 6 inchi. Jumlah total sebanyak 17 ekor ikan Kakap putih yang di dapatkan selama penelitian. Hasil tangkapan yang paling sedikit terdapat pada bulan maret karena curah hujan yang sangat tinggi dan gelombang besar, sehingga hasil tangkapan ikan kakap putih menurun. Menurut Reinnamah, 2010 Keberadaan ikan bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan yang secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebihsesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseanografi perairan seperti suhu permukaan laut, salinitas, konsentrasi klorofil laut, gelombang laut, cuaca dan sebagainya, yang berpengaruh pada dinamika atau pergerakan air laut baik secara horizontal maupun vertical. Distribusi hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer ekor pada ukuran mata jaring insang dasar 6 Inchi lihat pada gambar 4. Gambar 5. Distribusi hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer ekor pada ukuran mata jaring insang dasar 7 inchi. Hasil tangkapan ikan Kakap Putih Lates calcarifer pada ukuran mata jaring 7 inchi, hasil tangkapan yang paling banyak terdapat pada bulan Mei dengan dengan jumlah tangkapan terdapat 5 ekor, bulan Maret ada 4 ekor ikan kakap putih dan hasil tangkapan yang paling sedikit terdapat pada bulan April terdapat 2 ekor. Jumlah total hasil tangkapan pada ukuran mata jaring 7 inchi sebanyak 11 ekor ikan kakap putih. Bulan april merupakan musim penangkapan ikan tetapi hasil tangkapan yang di dapat lebih sedikit dikarenakan faktor ukuran mata jaring terlalu besar sehingga ikan mudah lolos. Menurut Zamil, 2007 ukuran mata jaring yang digunakan pada jarring insang umumnya disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target penangkapan. Dengan demikian, hasil tangkapan diharapkan hanya didominasi oleh ikan – ikan yang ukurannya sesuai dengan ukuran mata jaring. Hasil tangkapan ikan kakap putih pada ukuran mata jaring 7 inchi dapat di lihat pada gambar 5. Gambar 6. Hasil tangkapan ikan kakap putih pada ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi. 84 Ikan kakap putih Lates calcarifer pada ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi dilakukan guna untuk mengetahui ukuran mata jaring yang layak digunakan dalam melakukan oprasional terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih di perairan pesisir kota Surabaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Syofyan, I. 1996 yang menyatakan bahwa mata jaring dan panjang ikan memiliki hubungan langsung keefisiensi alat tangkap sehingga penentuan besar mata jaring sangat penting untuk alat tangkap gillnet. Ditambahkan Suhaisti, 2002 bahwa hasil tangkapan ikan banyak dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain keberadaanikan, jumlah upaya penangkapan, dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan. Hasil tangkapan ikan kakap putih pada ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi dapat di lihat pada gambar 6. Konstruksi jaring insang kakap putih Lates calcarifer Tabel 1. Konstruksi jaring insang kakap Bottom gillnet Tali ris bawah Tali ris atas Menurut Martasuganda 2002, jaring insang gill net adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana ukuran matajaring mesh size sama, jumlah mata jaring kearah horisontal mesh lenght/ML jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring kearah vertikal mesh depth/MD. Pada lembaran jarring bagian atas diletakkan pelampung floats dan pada bagian bawah diletakkan pemberat sinkers. Maka kontruksi jaring insang kakap yang berada di perairan pesisir kota surabaya sangat layak digunakan untuk proses oprasional. Konstruksi jaring insang kakap Bottom gillnet dapat di lihat pada tabel 1. Parameter kualitas air laut Tabel 2. Hasil parameter kualitas air Pengambilan sampel kualitas air laut dilakukan seminggu sekali dalam tiga minggu danpada waktu pagi hari. Hasil parameter kualitas air dapat di lihat pada tabel 2. Hasil analisis Uji Normalitas Tabel 3. Uji normalitas hasil tangkapan jaring insang kakap pada ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi. Berdasarkan tabel 3 didapatkan nilai probabilitas untuk alat tangkap 6 inchi dan 7 inchi adalah 0,484 yang berarti data tersebut tersebar normal. Pengambilan keputusan ini sesuai kaidah yang berlaku apabila nilai signifikan lebih besar 0,05 pada P>0,05 sebaliknya, apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 pada P>0,05 maka data dikatakan tidak normal Sugiyono, 2013. Dengan demikian data tersebut layak untuk 85 dilanjutkan menggunakan uji yang telah diajukan. Uji homogenitas Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan homogen atau tidaknya data ini berdasarkan asumsi. Nilai homogenitas 0,465 sehingga data diansumsikan homogen. Uji T t-test Hasil uji T berpasangan dan diolah menggunakan SPSS versi Tabel 4. Hasil uji independent T-test Dari di atas dapat dijelaskan bahwa nilai signifikan 0,190 > 0,05 yang berarti H0 diterima. Dimana H0 menyatakan bahwa penggunaan ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer. Sehingga berdasarkan uji independen uji sample t test pada taraf kepercayaan 95% terhadap dua sampel yang masing – masing sampel terdiri dari 15 ulangan dapat disimpulkan bahwa penggunaan ukuran mata jaring insang kakap yang berbeda antara 6 inchi dan 7 inchi di perairan pesisir kota Surabaya, mengatakan hasil tangkapan ikan kakap, yang berarti kuantitatif tidak berbeda nyata. Berdasarkan kondisi yang berada di lapangan perbandingan ukuran mata jaring insang dasar yang berbeda di perairan pesisir Kota Surabaya karena jarak ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi terlalu kecil hanya selisi 1 inchi, sehingga tidak ada pengaruh ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer, jaring 6 inchi memperoleh hasil rata – rata 1,13 dan jaring 7 inchi 0,73 per ekor dapat dilihat pada tabel 4. Kesimpulan 1. Jenis ikan hasil tangkapan dari ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi adalah ikan kakap putih Lates talcarifer dengan jumlah hasil tangkapan sebanyak 28 ekor. 2. Jenis ikan hasil tangkapan sampingan antara lain ikan sumbal atau laosan Eleutheronema tetradactylum, rajungan Portanus pelagicus, dan dukang Hexanematichthys sebesar 15 ekor 3. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer yang dapat pada ukuran mata jaring 6 inchi sebanyak 17 ekor, sedangkan ukuran mata jaring 7 inchi sebanyak 11 ekor. 4. Berdasarkan anilisis uji t diperoleh signifikansi sebesar 0,190 maka H0 di terima, sehingga dapat di simpulkan tidak ada pengaruh penggunaan ukuran mata jaring 6 inchi dan 7 inchi, terhadap hasil tangkapan ikan kakap putih Lates calcarifer. Ucapan terimakasih Saya ucapan terimakasih kepada Bapak Ir. Hari Subagio, M. Si. dan Ibu Nurul Rosana, selaku dosen pembimbing skripsi dan keluarga yang telah mendukung selama berjalanya skripsi serta teman - teman perikanan Universitas Hang Tuah Surabaya. Daftar pustaka Djamali 1998. Sumber Daya Benih Alam Komersial. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI vi + 160 86 Analisis Profil Sosial-Ekonomi umah Tangga Nelayan Di Kecamatan Bulak Pesisir Pantai Surabaya.[Skripsi].Surabaya Richter, 2007. Development and evaluation of standard weight equations for bridgelip sucker and largescale sucker. North American Journal of Fisheries Management, 27 936-939 Reinnamah, yohanes. 2010. Fisfinder danTeknologiPenangkapanIkan. Karmelreinnamah. Rabu, 21 April Suhaeti. 2002. PendugaanPotensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Terbang Sardenellafimbriata Di Perairan Teluk Banten. Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian. Jatinangor. 54 hal. Tidak di Duplikasi. Sugiono. penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Syofyan, I. 1996. Kontruksi dan Rancangan Alat Tangkap Drift Gillnet JaringInsangHanyut untuk Menangkap Ikan Senangin Polynemustetradactilus di Perairan Selat Berhala Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Syofyan I, Syaifuddin, Cendana F. 2010. Studi komparatif alat tangkap jarring insang hanyut drift gillnet bawal tahun 1999 dengan tahun 2007 di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 151 Zamil NN. 2007. Sebaran Hasil Tangkapan Jaring Rampus Berdasarkan Ketinggian dan Lembar Jaring [skripsi]. Bogor ID Institut Pertanian Bogor.
Ikan kakap putih atau dalam bahasa ilmiahnya Lates calcalifer merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang cukup laris di pangsa pasar. Dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama giant seaperch, white seabass, seabass atau barramundi. Permintaan ikan kakap putih cukup tinggi karena ikan ini memiliki daging yang tebal dan putih, sedikit tulang serta enak dan gurih sehingga ikan ini cukup diminati oleh konsumen. Ikan kakap ini disebut kakap putih karena warna tubuhnya berwarna putih keperakan yang mendominasi terutama pada bagian perutnya. Kakap putih memiliki bentuk memanjang agak pipih yang memiliki ukuran panjang yang dapat mencapai 170 cm dan berat lebih dari 50 kg. Penyebaran ikan kakap putih Kakap putih merupakan organisme laut yang dapat hidup di air tawar yang ditemukan di berbagai habitat perairan yang bersubstrat lumpur ataupun pasir. Ikan ini memiliki wilayah penyebaran yang sangat luas. Penyebaran ikan ini yaitu mulai dari Lautan Teduh dan Samudera Hindia yang meliputi perairan sekitar Australia, Papua Nugini, Filipina. Cina, Vietnam, Thailand, Indonesia, India dan sekitar Laut Merah. Distribusi ikan kakap putih terdapat di seluruh wilayah pesisir Indonesia, wilayah Pasifik Barat dari tepi timur Teluk Persia ke China ,Taiwan selatan, Jepang selatan, ke Papua Nugini , dan Australia bagian utara, di barat Australia , dan dapat ditemukan di sungai serta di sepanjang pantai dari Teluk Exmouth ke Wilayah perbatasan Utara. Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline, yaitu organisme yang dapat beradaptasi dengan kadar salinitas dan ikan ini juga termasuk ampidromus air tawar yaitu organisme asli dari laut yang bermigrasi dari air laut ke air tawar hanya untuk mencari makanan demi menunjang kakap putih dikenal sebagai predator yang memangsa ikan kecil, udang, cumi ataupun organisme air lainnya. Buidadaya ikan kakap putih Ikan kakap putih akan memijah di laut yang dalam setelah mujim hujan sekitar bulan April sampai sebelum musim hujan sekitar bulan Oktober. Pemijahan kakap putih di alam terjadi saat bulan purnama bulan terang hingga 6 hari berikutnya, ketika air mulai surut yaitu pada pukul malam hari. Kemudian benih kakap yang berumur sekitar 3 bulan akan menyebar di perairan pantai, payau kawasan mangrove sampai ke badan sungai air tawar untuk mencari makanan. Permintaan terhadap kakap putih yang laris pada pangsa pasar maka mengakibatkan peningkatan jumlah penangkapan yang hampir over-fishing. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya over-fishing yang dapat mengancam kehidupan ikan kakap putih di alam, maka sistem budidaya merupakan solusi yang terbaik. Sehingga saat ini, produksi kakap putih terbesar yaitu produksi hasil panen dari usaha budidaya kakap putih tersebut. Walaupun sektor penangkapan juga masih menyumbang total produksi kakap putih di Indonesia, namun tidak sebesar jumlah yang disumbangkan oleh sektor budidaya. Ikan kakap putih Indonesia Produksi kakap putih di Indonesia masih 8000 ribu ton yang terus ditingkatkan oleh KKP dengan program pemberian benih unggul kakap putih untuk meningkatkan usaha budidaya kakap putih di Indonesia. Namun produksi kakap putih pada tahun 2016 tidak sampai 2 ribu ton, padahal potensi yang dimiliki Indonesia berada di kisaran juta ton. Sehingga pada tahun 2017 ini, KKP Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencanangkan program budidaya Keramba Jaring Apung KJA lepas pantai sebagai upaya mengoptimalkan potensi lahan budidaya perikanan yang ada di Indonesia. KKP akan melakukan modernisasi teknologi pada pada budidaya laut lepas pantai atau lebih dikenal dengan KJA offshore yang mengadaptasi teknologi yang selama ini diterapkan oleh Norwegia. Ikan yang digunakan dalam program tersebut adalah ikan kakap putih karena ikan ini mudah dibudidayakan dan memiliki pangsa pasar ekspor yang lebih luas. Pasaran ekspor kakap putih dalam bentuk segar atau pun beku terbuka untuk USA, Uni Eropa, Australia, dan Asia.
bulan musim ikan kakap putih